#twit @muhammadisnan : Paham Sesat Demokrasi Jalan Kehancuran.

1. Memang cukup menjadi bahasan yang seksi menjelang pemilu kali ini adalah tentang demokrasi. Disatu sisi, demokrasi di puji di sisi lain dibenci.

2. Dan miris tak tanggung-tanggung muslim pro demokrasi menuduh gerakan anti demokrasi menyumbang kerusakan karena akhirnya non-Islam yang memimpin beberapa daerah.

3. Padahal jika ingin fair, 1) apakah pemimpin muslim dari partai Islam punya 'kelebihan' dalam pelaksanaan syariat ketimbang pemimpin non Islam ? 2) Apakah pemimpin non Islam itu bisa tumbuh di negera Islam yang menerapkan Islam atau di negara demokrasi ?

4. Untuk pertanyaan pertama, ternyata tak jauh beda antara pemimpin muslim maupun pemimpin non Islam, karena memang hukum harus tunduk pada sistem demokrasi.

5. Untuk pertanyaan kedua, tentu hanya dalam sistem demokrasi non Islam boleh memimpin muslim mayoritas. Karena jika yang diterapkan adalah syariat, maka fungsi paling utama syariat adalah menjaga akidah.

6. Jika Allah hendak mengangkat ilmu maka akan diwafatkan para alim ulama, dan akan muncul ruwaibidhah yaitu orang yang berkata tentang agama tanpa ilmu. Mereka mengedepankan akal dari wahyu, mengedepankan maslahat normatif dari ijtihad syar'i.

7. Demokrasi hanya menghitung kepala tidak menghitung isi kepala, meletakan kedaulatan ada pada rakyat. Akal adalah alat dan sumber hukum. Ini adalah sebuah paham sesat demokrsi yang dibungkus kebaikan-kebaikan.

8. Kita tahu, bahwa kafir quraish mengenal tauhid rububiyah dan asma wa sifat namun tetaplah dikatakan kafir. Sebagaimana dalam Quran disebutkan pada surat al Ankabut.

9. “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan? Tentu mereka akan menjawab,”Allah”.

10. Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan dari jalan yang benar.”

11. “Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?’ Tentu mereka akan menjawab,”Allah.”

12. Katakanlah, “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahaminya.

13. Kekafirannya karena mereka menolak dalam ranah tauhid Uluhiyah(mengesakan Allah dalam ibadah). Abu Ameenah Bilal menuliskan Ibadah dalam Islam bermakna penyerahan diri kepada Allah yang diwujudkan melalui kepatuhan pada hukum-hukum Allah Swt.

14. Berpegang teguh atau lebih mengutamakan hukum-hukum buatan manusia lebih dari hukum Allah merupakan kesyirikan dalam tauhid al-‘ibadah.

15. Allah telah berfirman di dalam al-Quran, artinya, “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.”[al-An’am:57]

16. “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang yang kafir.”[al-Maidah 44]

17. Ketika Rasulullah saw membacakan ayat al-Quran, “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah.”[at-Taubah 31],

18. Adiy bin Hatim menyatakan bahwa (orang-orang Yahudi dan Nashrani) tidak menyembah kepada rahib-rahib dan pendeta-pendeta mereka, akan tetapi mereka juga menyembah kepada Allah.

19. Pernyataan ini ditangkis Rasulullah saw dengan pernyataan beliau, “Akan tetapi rahib-rahib dan pendeta itu telah menghalalkan apa yang diharamkan Allah, dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah, kemudian mereka mengikutinya.”

20. Seorang mukmin wajib menjunjung tinggi al-Quran dan Sunnah. Ia hanya akan berhukum dengan aturan-aturan Allah Swt. Sebab, berhukum kepada al-Quran dan Sunnah adalah kewajiban mendasar seorang muslim, sekaligus refleksi keimanannya kepada Allah Swt.

21. “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu.

22. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu."[al-Nisaa’:60-61]

23. Imam Ibnu al-‘Arabiy menjelaskan adalah adanya persengketaan orang munafik dan yahudi, dan orang munafik itu tidak puas dengan keputusan Rosulullah, kemudian dia bertanya kepada Abu Bakar dan mereka juga tidak puas, kemudian bertanya kepada Umar dan Umar memanggal leher orang munafik itu.

24. Keluarga orang munafik itu tidak puas kemudian ‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah, ia telah menolak keputusanmu. Rasulullah menjawab, “Engkau adalah al-Faruuq” Lalu, turunlah firman Allah swt, surat al-Nisaa’:65

25. Thaghut di sini bermakna, semua aturan atau hukum selain hukum Allah swt. Imam Malik, sebagaimana dikutip oleh Ibnu al-‘Arabiy menyatakan, thaghut adalah semua hal selain Allah yang disembah manusia. Semisal, berhala, pendeta, ahli sihir, atau semua hal yang menyebabkan syirik.

26. Inilah syariat Islam dan haram hukumnya menyembunyikan sebagaian saja dari syariat Islam ini.

27. Demokrasi adalah alat perpecahan, tidak mungkin ada persatuan dalam demokrasi kecuali sekedar teori, karena kalian tidak akan pernah menemukan demokrasi menyatukan manusia kecuali akan tumbuh ketamakan dan penindasan.

28. Maka, tidak ada jalan lain kecuali kita menanamkan tauhid yang sempurna di dalam hati umat, mengajak untuk bersegera kepada syariat. Jangan sampai mengikuti bisikan syaitan. Dan terus meminta perlindunganNya karena disistem bobrok seperti ini menjaga iman lebih sulit.

Bogor, 16 Rabiul Ula 1435 H
Muhammad Isnan

Related

politik 479111713028011194

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Translate

Statistik

Iklan

Silahkan hubungi kami untuk memasang iklan

Tentang

Nama : Muhammad Isnan, seorang mahasiswa Institut Pertanian Bogor, jurusan Agronomi dan Holtikultura Fakultas Pertanian.

Aktif di lembaga dakwah kampus, LDK BKIM IPB. Menyusuri setiap jejak langkah pejuang untuk mengembalikan kehidupan Islam dengan menerapkan syariah secara kaffah dalam naungan Khilafah.
item