#twit @muhammadisnan : Kitab ahkamus shalat

http://anatomidakwah.blogspot.com/2014/03/twit-muhammadisnan-kitab-ahkamus-shalat.html
1. Hari ini kita akan coba bahas tentang #shalat dari kitab Ahkamus Shalat dari Syaikh Ali Raghib, Seorang Guru Besar (Profesor) di Universitas Al Azhar As Syarief, Mesir
2. Kitab ini diterjemahkan menjadi “Hukum-hukum seputar Shalat’ oleh Drs. H. Bahauddin, kita berterimaksih kepada beliau.
3. Pada #Sesi1 kita akan bahas tentang BAB Thaharah, thaharah menurut bahasa artinya suci dan bersih dari kotoran.
4. Sedangkan menurut istilah para fuqaha(ahli hukum Islam) adalah menghilangkan hadast dan najis atau sesuatu yang senada dengan makna dan gambaran dan pengertian keduanya, yaitu tayamum, mandi besar yang disunnahkan, cucian yang kedua, berkumur, dan sejenisnya.
5. Menghilangkan hadast dan najis itu dengan air mutlak, yakni air yang belum tercampur dengan unsur lain atau air murni. Misalnya air laut atau air yang keluar dari bumi.
6. Yang termasuk air selain air mutlak adalah cuka, sari buah, sari tumbuhan, arak yang kesemua itu tidak boleh untuk menghilangkan hadast maupun najis.
7. Jika tidak diketemukan air maka boleh untuk tayamum berdasarkan ayat, ”…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah kalian” (QS. An Nisa,4: 43). “
8. Bahasan pertama “Benda suci bercampur dengan air”
9. Bilamana suatu benda suci bercampur dengan air namun karena kadarnya hanya sedikit sehingga air itupun tidak berubah karenanya, maka bersuci dengan air tersebut diperbolehkan.
10. Misalnya air ketumpahan air bunga, Andai air bunga itu kadarnya banya sehingga mendominasi air mutlak, maka bersuci dengannya tidak diperbolehkan, dan seandainya tidak mendominasi, maka bersuci dengannya diperbolehkan.
11. Jika terjadi perubahan warna, rasa, atau bau harus diperhatikan jika memang sesuatu yang tidak dapat dihindari seperti adanya lumut yg hidup dalam wadah maka hal tersebut tidak mengapa.
12. Namun jika sesuatu yang dapat dihindari seperti tepung yang jatuh dalam air maka tidak diperbolehkan berwudlu dengannya.
13. Kedua,”Najis yang mengotori air”
14. Apabila benda najis jatuh ke dalam air lalu rasa, warna atau bau air itu berubah, maka air tersebut menjadi najis, baik air ini banyak maupun sedikit, baik air itu mengalir maupun menggenang.
15. Namun jika tidak ada perubahan maka harus diperhatikan jika air itu kurang dari dua kulah maka air itu najis. Jika lebih dari dua kulah harus diperhatikan jika najis itu tidak nampak dengan mata telanjang maka diperbolehkan. Dua kulah seukuran dengan 12 jirgen.
16. Ketiga,”Air musta’mal” adalah air bekas pakai, dibedakan menjadi dua, pertama bekas menghilangkan hadast kedua bekas menghilangkan najis.
17. Untuk jenis pertama ia tetap suci namun tidak mensucikan artinya tidak dapat digunakan untuk bersuci. Kecuali jumlahnya dua kulah atau lebih
18. Sedangkan untuk jenis kedua maka perlu diperhatikan, Bila air itu terpisah dari dari tempatnya dan berubah, maka air ini menjadi najis. Sedangkan bilamana air terpisah dari tempatnya dan tidak berubah. Maka hendaknya diperhatikan: Jika air tersebut terpisah dari tempatnya najis, najis pulalah air itu dan jika air tersebut terpisah namun tempatnya suci, maka air ini tetap suci.
19. Kajian akan dilanjutkan pada tulisan berikutnya.
Wallahu a’lam bishawab @muhammadisnan