'Khalifah' di Muka Bumi

http://anatomidakwah.blogspot.com/2013/10/khalifah-di-muka-bumi.html
Sekarang ide khilafah dengan pemimpin seorang khalifah terdengar santer dipelosok-pelosok negeri. Dulu tema ini tidak seseksi hari ini, bahkan yang tidak tahu atau pura-pura tahu selalu bilang 'kami juga mendukung khilafah'. Wharever, apa ucap mulut mereka. Karena saya merasa ilmu itu tidak sekedar mengendap dalam otak, mengerak dan akhirnya penghitam menjadi penutup pandangan. Ilmu itu terlealisir dalam amal, ilmu itu menambah ketakwaan, dan ilmu adalah jalan menuju kebaikan dunia dan akhirat. Saya tidak sependapat jika ilmu membuat dunia dan akhirat bertekuk lutut. Namun ilmu mengajarkan kita untuk sabar, syukur, dan tawakal. Karena dalam masa-masa lampau ada orang yang amat berilmu, amat beriman, dan amat lainnya. Mudahnya dia itu dalam lingkup kebaikan, sebut saja misalnya Mus'ab bin Umair, keturunan terpandang, kaya, cakep, cerdas, sederhananya mirip dengan saya. :) Namun saat meninggal beliau radiallahuanhu tidak menyisakan apapun, bahkan kain kafannya juga kekecilan. Itulah nikmat ilmu, tidak mesti harus buat kaya, buat terhormat, atau apalah, namun ilmu dapat menembus cakrawala dimensi waktu dan kita terus menikmatinya sampai hari ini.
Saya tidak sedang menggambarkan khalifah dalam model pemimpin negara, terlalu berat bahasan itu. Saya ingin mengulang romantisme seragam sekolah, duduk merenung dipojok belakang, tanpa buku selembarpun. Saya memang kurang terbiasa menulis dalam kelas, kurang care dengan pelajaran, jadi wajar saja jika saya memang kurang pintar. Dulu sekali kita mendapati bahwa Allah berdialog dengan malaikat tentang penciptaan manusia sebagai khalifah dimuka bumi, khalifah yang akan memakmurkan bumi. Kemudian malaikat menyela bahwa malaikat lebih baik karena senantiasa berdzikir dan manusia itu akan menumpahkan darah.
Saya rasa 'khalifah' dalam definisi ini bukan khalifah dalam definisi pengganti Rosulullah. Itu boleh siapa saja, boleh dari tukang bakso, tukang cendol, pedagang asongan, atau juga mahasiswa, dosen, politikus, dokter, insinyur. Tugas memakmurkan bumi dengan menegakan panji-panji perjuangan dan dakwah, membumikan aturan-aturan Islam, dan turut dalam pengaturan kehidupan dunia. Siapapun dari background apapun boleh menjadi khalifah dalam pengertian memakmurkan bumi. Namun khalifah dalam definisi pengganti Rosulullah haruslah muslim laki-laki, mampu, berakal, baligh, dan sederet syarat lainnya, namun tidak ada larangan darimana dia itu, dari lulusan SD, dari pedagang gorengan, atau tukang sapu. Asal punya kapasitas dia boleh menjadi khalifah.
Hal ini seakan-akan menjadi otoriter, kenapa khalifah hanya boleh dari umat Islam, oke bung. Pertanyaannya kenapa presiden Indonesia hanya boleh orang Indonesia ? Selain logika ini bahwa ini menjadi ketetapan Allah, saya dengar dan saya taat. Sebelum kita mampu menegakan khilafah dan memilih khalifah dalam arti daulah Islam dan pemimpin umat Islam, kita harus berusaha menjadi 'kahilfah' pemakmur bumi, kita ikuti perintahNya, kita terus belajar, menebar kebaikan, kebermanfaatan, dan terus mengabarkan akan kewajiban mengangkat khalifah sebagai pemimpin umat.
Wallahu a'lam bishawab
Saya tidak sedang menggambarkan khalifah dalam model pemimpin negara, terlalu berat bahasan itu. Saya ingin mengulang romantisme seragam sekolah, duduk merenung dipojok belakang, tanpa buku selembarpun. Saya memang kurang terbiasa menulis dalam kelas, kurang care dengan pelajaran, jadi wajar saja jika saya memang kurang pintar. Dulu sekali kita mendapati bahwa Allah berdialog dengan malaikat tentang penciptaan manusia sebagai khalifah dimuka bumi, khalifah yang akan memakmurkan bumi. Kemudian malaikat menyela bahwa malaikat lebih baik karena senantiasa berdzikir dan manusia itu akan menumpahkan darah.
Saya rasa 'khalifah' dalam definisi ini bukan khalifah dalam definisi pengganti Rosulullah. Itu boleh siapa saja, boleh dari tukang bakso, tukang cendol, pedagang asongan, atau juga mahasiswa, dosen, politikus, dokter, insinyur. Tugas memakmurkan bumi dengan menegakan panji-panji perjuangan dan dakwah, membumikan aturan-aturan Islam, dan turut dalam pengaturan kehidupan dunia. Siapapun dari background apapun boleh menjadi khalifah dalam pengertian memakmurkan bumi. Namun khalifah dalam definisi pengganti Rosulullah haruslah muslim laki-laki, mampu, berakal, baligh, dan sederet syarat lainnya, namun tidak ada larangan darimana dia itu, dari lulusan SD, dari pedagang gorengan, atau tukang sapu. Asal punya kapasitas dia boleh menjadi khalifah.
Hal ini seakan-akan menjadi otoriter, kenapa khalifah hanya boleh dari umat Islam, oke bung. Pertanyaannya kenapa presiden Indonesia hanya boleh orang Indonesia ? Selain logika ini bahwa ini menjadi ketetapan Allah, saya dengar dan saya taat. Sebelum kita mampu menegakan khilafah dan memilih khalifah dalam arti daulah Islam dan pemimpin umat Islam, kita harus berusaha menjadi 'kahilfah' pemakmur bumi, kita ikuti perintahNya, kita terus belajar, menebar kebaikan, kebermanfaatan, dan terus mengabarkan akan kewajiban mengangkat khalifah sebagai pemimpin umat.
Wallahu a'lam bishawab