Kemenangan.

http://anatomidakwah.blogspot.com/2013/10/kemenangan.html
Kemenangan.
Banyak yang merayakan hari raya umat Islam dengan label hari
kemenangan, kemenangan fitri atas puasa selama sebulan dan peneladanan
pada kisah Ibrahim dan Ismail.
Islam sejatinya memang selalu
menang, tidak pernah kalah. Hanya saja manusia itu yang kalah, terhadap
hawa nafsu, perasaan keduniaan, dan kebodohan yang mendalam. Sehingga
dalam momen pengorbanan, pengorbanan untuk tidak tamak hingga berhaus
lapar sebulan selama ramadhan, atau berbagi hewan kurban pada idul adha
menjadi momentum kemenangan.
Namun menang sejati bagi saya adalah saat ketakwaan dalam amal itu
bertambah, saat iman benar-benar bercahaya menyibak segala kegelapan.
Tidak peduli itu hari apa, bulan apa, tetapi momentumnya yang paling
penting terhadap arti kemenangan.
Bisa saja kemenangan adalah
sehari lima kali, yaitu shalat yang sampai pada iffah(menjaga diri) dari
kemaksiatan. Atau bahkan setiap detik dalam nafas karena dzikir
pembasah bibir.
Bagi yang minim bisa dimaknai kemenangan
setahun dua kali itupun hanya eforia dan seromoni belaka. Makan daging
kurban, atau baju baru.. Itu terlalu sederhana, terlalu norak bagi saya.
Bahwa ketakwaan itu yang utama, menghadirkan semangat ramadhan dalam
angan dan perjalanan, menghadirkan semangat berbagi saat ini atau nanti.
Itu baru keren, mantaf.
Bolehlah kita bersuka karena itu yang
harus terlaksana, makanya dalam hari raya tak boleh ada puasa dan itu
jelas HARAM, karena itu memang dirayakan dengan suka cita. Wanita
diiring untuk keluar rumah, laki-laki memakai wangi-wangian, menampakan
baju terbaik. Namun itu semua sejatinya dan sebenarnya bukan tentang
fisik penampilan, kita melakukan bukan sok sholeh atau ingin dikenal itu
hanya simbol ketaatan, Rosulullah ajarkan dan kita ikuti itu nilai
utamanya. Namun sayang banyak salah pemaknaan, justru eforia melebihi
keharusan untuk menilik arti kemenangan.
Terserah kalian anggap
ini ocehan atau apapun, karena saya menulis bukan untuk tepuk tangan
atau sertifikat penghargaan. Jadi selama ini saya anggap benar, dan saya
ikhlaskan karena Allah. Semoga seburuk apapun tulisan saya kalian mampu
memaknainya sebagai nasehat dan bertambah ketakwaan.
Selamat memaknai kehidupan selama kita masih hidup.
Diposting oleh
Unknown