Seri Dakwah #1 : Dakwah Hakiki


Dakwah Hakiki

Berpikir tentang cara (uslub, style) adalah berpikir tentang tatacara yang tidak permanen untuk melakukan suatu perbuatan. Sedangkan Berpikir tentang sarana (al-wasa`il, means) merupakan partner dan pasangan dari berpikir tentang cara. Berpikir tentang sarana adalah berpikir tentang alat-alat fisik (al-adawat al-madiyah, phisycal tools) yang akan digunakan untuk melakukan suatu perbuatan. Jika berpikir tentang cara adalah aspek yang akan mampu menyelesaikan masalah, maka cara tidak akan ada nilainya jika menggunakan sarana yang tidak mampu menyelesaikan masalah.
Dalam kejian ushul kita akan mendapati kaidah, wasilah yang membawa kepada keharaman maka hukumnya haram. Misalnya menjual pakian seksi kepada orang yang (diduga kuat) akan menggunakannya di depan umum. Maka menjual pakaian seksi dalam konteks itu adalah haram walaupun hukum jual belinya semula adalah halal. Uslub amat lekat kaitannya dengan wasilah, sehingga kita harus benar-benar berfikir tentang kedua hal ini.
Dalam konteksnya menegakan khilafah sebuah negara bertauhid dengan empat rukun yang kesemuanya harus ada yaitu, hanya satu khilafah untuk seluruh umat, kedaulatan ada pada syariah, kekuasaan ditangan umat, dan hak legalisasi undang-undang maupun undang-undang dasar menjadi hak khalifah. Untuk sampai pada tercapainya tujuan ini kita tidak bisa mengatakan bahwa ini akan alamiah sedangkan kita tidak serius memikirkan uslub dan wasilah yang mengantarkannya. Kita harus mempersiapkan sebab-sebab turunnya bantuan Allah bukan dengan cara yang justru mengikuti hawa nafsu.
Cara yang berlandaskan ittiba’ kepada Rosulullah adalah cara yang paling benar, sehingga hal yang paling penting adalah menelaah dalil-dalil Quran dan sunnah, serta mengkaji sirah-sirah untuk sampai pada pemikiran tetang thariqah/metode. Uslub dan wasilah ini sifatnya berubah sedangkan thariqah/metode selalu tetap. Uslub dalam perkembangannya dapat berubah, pun dengan wasilah. Karena NILAI dan MAKNA akan selalu tetap sedangkan BENTUK dan SARANA akan selalu berubah seiring perputaran zaman. Misalnya dakwah memiliki nilai dan makna yang tetap sedangkan bentuk dan sarananya akan berkembang.


Kita akan mengemukakan thariqah dakwah yang baku sesuai seruan Rosulullah.

Dengan hikmat dan kebijaksanaan Allah SWT telah ditentukan bahwa persoalan akidah adalah persoalan pokok bagi dakwah ini sejak zaman permulaan kerasulan Nabi Muhammad SAW; dan bahwa Rasulullah SAW memulakan langkah pertamanya di dalam dakwah ini dengan menyeru dan mengajak manusia berikrar bahawa Tiada Tuhan melainkan Allah juga bahawa beliau meneruskan dakwah dengan membimbing umat manusia supaya dapat mengenal Tuhan mereka yang sebenarnya dan supaya mereka mengabdikan diri hanya kepada Tuhan saja. 

Persoalan ini, baik ditinjau dari sudut kenyataan yang lahir maupun dilihat dari sudut pemikiran manusia yang terbatas itu, bukanlah suatu persoalan yang mudah diterap ke dalam hati orang-orang Arab kerana mereka mengerti dari pertuturan bahasa mereka sendiri apakah makna perkataan “ILLALLAH” dan juga tujuan perkataan TIADA TUHAN MELAINKAN ALLAN “LA ILAAHA 1LIALLAH” itu. Mereka mengerti bahawa pengakuan bertuhan itu bererti pengakuan kepada kekuasaan menghukum dan memerintah yang tertinggi. Mereka mengerti juga bahwa mengesakan Allah melalui ikrar kalimah syahadat itu adalah berarti mencabut semua sekali kuasa yang dibolot oleh para padri dan pendeta, oleh ketua-ketua suku, oleh raja-raja dan penguasa-penguasa, dan menyerahkan kuasa itu hanya kepada Allah saja kuasa atas hati nurani, atas lambang kebesaran, kuasa atas kenyataan hidup, kuasa dalam mengatur urusan harta benda, kuasa dalam urusan undang-undang dan juga kuasa di dalam urusan yang berkaitan dengan jiwa dan tubuh badan.(Syeikh Sayyid Quthb)

Sehingga mengarahkan manusia pada jalan demokrasi adalah hal yang amat bertentangan dengan yang Rosulullah ajarkan. Uslub demokrasi ini saya rasa diantara kita tidak akan banyak muncul perdebatan. Karena uslub ini akan mengantarkan muslim pada keharusan mengikuti hukum positif baik secara terpaksa ataupun sukarela. Sedangkan hukum hanya boleh ditetapkan oleh Allah, artinya harus berdasarkan apa yang Allah berikan bukan sekehendak nafsu seperti dalam demokrasi. Dalam hal ini kita membatasi pada pembuatan hukum bukan lainnya, seperti pemilu, menjadi PNS, atau produk lainnya yang tidak berkaitan. Sedangkan Syeikh Sayyid Quthb telah menjelaskannya pula “Islam mengemukakan konsep yang jelas kepada mereka, sebab tiada apa rahasiapun yang hendak disembunyikan oleh Islam terhadap semua peringkat umat manusia. Ia selalu bersikap terbuka dan berterus-terang. Ia berhadapan dengan umat manusia dengan menggunakan bahasa yang penuh cinta dan rasa kasih mesra; karena bahasa seperti itu adalah secebis daripada hakikat yang tidak dapat dipisahkan daripada tabiat Islam. Islam akan memberitahu mereka bahwa tiada apa pun yang rahasia dan sulit (confidential) di dalam ajaran Islam, karena memang begitulah Islam itu. Islam tidak mengatakan kepada mereka bahwa ia hanya akan melakukan perubahan kecil saja di dalam kehidupan manusia itu, atau pun bahwa ia adalah sama dan serupa saja dengan sistem yang-telah menjadi kebiasaan mereka, seperti banyak kedapatan zaman sekarang pada setengah kalangan orang tertentu yang telah berkata demikian di dalam menjalankan dakwahnya kepada umat manusia. Ada orang yang tidak segan-segan menyebut dan bercakap-cakap tentang DEMOKRASI ISLAM, SOSIALISME ISLAM dan ada pula yang tergamak mengatakan bahwa realiti ekonomi dan tata cara perundangan yang ada sekarang di dalam masyarakat jahiliyah itu tidak akan diapa-apakan oleh Islam, kalau ada perubahan pun hanya sebahagian kecil sahaja, dan berbagai-bagai cara pemalsuan dan pengeliruan terhadap hakikat Islam, yang dibuat secara berbisik bisik dan berpandukan hawa nafsu.”

Itulah kejelasan bagi kita tentang apa yang menjadi dakwah hari ini, tidak dengan sembunyi-sembunyi atau menyamakan Islam dengan demokrasi, pun dengan mengatakan bahwa undang-undang ini sesuai dengan Islam. Padahal Islam mengemukakan dengan jelas apa-apa yang menjadi kewajiban dan apa-apa yang menjadi larangan. Hingga kita harus menjelaskan ini kepada manusia seluruhnya, menjelaskan konsekunsi keimanan bukan malah terbawa arus oportunis dengan mengikuti demokrasi atau dengan cara lain yang menjadikan Islam pada posisi sulit.

Wallau a’lam.
10 Dhulqaidah 1434 H

Related

pemikiran 8491501974470643057

Posting Komentar

emo-but-icon
:noprob:
:smile:
:shy:
:trope:
:sneered:
:happy:
:escort:
:rapt:
:love:
:heart:
:angry:
:hate:
:sad:
:sigh:
:disappointed:
:cry:
:fear:
:surprise:
:unbelieve:
:shit:
:like:
:dislike:
:clap:
:cuff:
:fist:
:ok:
:file:
:link:
:place:
:contact:

Follow Us

TranslateStatistik

Translate

Statistik

5475

Iklan

Silahkan hubungi kami untuk memasang iklan

Tentang

Nama : Muhammad Isnan, seorang mahasiswa Institut Pertanian Bogor, jurusan Agronomi dan Holtikultura Fakultas Pertanian.

Aktif di lembaga dakwah kampus, LDK BKIM IPB. Menyusuri setiap jejak langkah pejuang untuk mengembalikan kehidupan Islam dengan menerapkan syariah secara kaffah dalam naungan Khilafah.
item