Khitbah lewat SMS dan batas waktu khitbah. :)

http://anatomidakwah.blogspot.com/2012/10/khitbah-lewat-sms-dan-batas-waktu.html
Tanya :
Ustadz, bolehkah ikhwan mengkhitbah akhwat lewat SMS? Adakah batas waktu khitbah?
Jawab :
Boleh hukumnya mengkhitbah (melamar) lewat SMS, karena ini termasuk mengkhitbah lewat tulisan (kitabah) yang secara syar'i sama dengan khitbah lewat ucapan. Kaidah fikih menyatakan : al-kitabah ka al-khithab (tulisan itu kedudukannya sama dengan ucapan/lisan). (Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, 2/860).
Kaidah itu berarti bahwa suatu pernyataan, akad, perjanjian, dan semisalnya, yang berbentuk tulisan (kitabah) kekuatan hukumnya sama dengan apa yang diucapkan dengan lisan (khithab).
Penerapan kaidah fikih tersebut di masa modern ini banyak sekali.
Misalnya surat kwitansi, cek, dokumen akad, surat perjanjian, dan
sebagainya. Termasuk juga "bukti/dokumen tertulis" (al-bayyinah al-khaththiyah) yang dibicarakan dalam Hukum Acara Islam, sebagai bukti yang sah dalam peradilan. (Ahmad Ad-Da'ur, Ahkam Al-Bayyinat, hal. 71; Asymuni Abdurrahman, Qawa'id Fiqhiyyah, hal. 52).
Dalil kaidah fikih tersebut, antara lain adanya irsyad
(petunjuk) Allah SWT agar melakukan pencatatan dalam muamalah yang
tidak tunai (dalam utang piutang) (QS Al-Baqarah : 282). Demikian pula
dalam dakwahnya, selain menggunakan lisan, Rasulullah SAW juga terbukti
telah menggunakan surat. (Kholid Sayyid Ali, Surat-Surat Nabi Muhammad, Jakarta : GIP, 2000). Ini menunjukkan bahwa tulisan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan lisan.
Jadi, seorang ikhwan (pria) boleh hukumnya
mengkhitbah seorang akhwat (wanita) lewat SMS, berdasarkan kaidah fikih
tersebut. Namun demikian, disyaratkan akhwat yang dikhitbah itu secara
syar'i memang boleh dikhitbah. Yaitu perempuan tersebut haruslah : (1)
bukan perempuan yang haram untuk dinikahi; (2) bukan perempuan yang
sedang menjalani masa 'iddah; dan (3) bukan perempuan yang sudah
dikhitbah oleh laki-laki lain. (Nida Abu Ahmad, Al-Khitbah Ahkam wa Adab, hal. 5).
Adapun mengenai batas waktu khitbah, yaitu jarak waktu khitbah dan nikah, sejauh pengetahuan kami, tidak ada satu nash pun baik dalam Al-Qur`an maupun As-Sunnah yang menetapkannya. Baik tempo minimal maupun maksimal. (Yahya Abdurrahman, Risalah Khitbah,
hal. 77). Dengan demikian, boleh saja jarak waktu antara khitbah dan
nikah hanya beberapa saat, katakanlah beberapa menit saja. Boleh pula
jarak waktunya sampai hitungan bulan atau tahun. Semuanya dibolehkan,
selama jarak waktu tersebut disepakati pihak laki-laki dan perempuan.
Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda,"Kaum muslimin [bermu'amalah]
sesuai syarat-syarat di antara mereka, kecuali syarat yang mengharamkan
yang halal atau yang menghalalkan yang haram." (HR Abu Dawud & Tirmidzi). (Ash-Shan'ani, Subulus Salam, 3/59).
Namun kami cenderung menyatakan semakin cepat menikah
adalah semakin baik. Sebab jarak yang lama antara khitbah dan nikah
dapat menimbulkan keraguan mengenai keseriusan kedua pihak yang akan
menikah, juga keraguan apakah keduanya dapat terus menjaga diri dari
kemaksiatan seperti khalwat dan sebagainya. Keraguan semacam ini sudah
sepatutnya dihilangkan, sesuai sabda Rasulullah SAW,"Tinggalkan apa yang meragukanmu, menuju apa yang tidak meragukanmu." (HR Tirmidzi & Ahmad). Wallahu a'lam.
Yogyakarta, 18 Januari 2009
Muhammad Shiddiq Al Jawi