Kontak Sosial. : Memimpinlah dengan syariah Allah.

http://anatomidakwah.blogspot.com/2012/10/kontak-sosial-memimpinlah-dengan.html
Entah tahun ini saya baru
tersadar atau memang setiap tahun selalu ada kontrak sosial bagi para pemimpin
di kampus, mulai yang paling tinggi rektorat, senat, atau dewan. Namun memang
selayaknya seorang pemimpin muslim berpegang dan berakad pada kontrak sesuai
janji-janjinya. Baik itu berupa lisan atau tulisan. Karena dalam fiqih hukum
tulisan sama dengan hukum lisan. Yang lebih penting lgi adalah janji dan kontak
pemimpin muslim terhadap penciptanya. Bukan lagi dilihat jabatan dalam kampus, namun
kenyataan fakta bahwa dia adalah individu muslim.
Berbeda dengan muslim, seorang
yang katakan kafir memang terikat dengan kuasa Allah, dan kelak di akhiratpun
akan dipertanggung jawabkan kesalahannya. Namun, jika ia memperoleh hidayah dan
bertobat dengan masuk kepada Islam secara kaffah maka dosa kekafirannya akan di
ampuni berbeda dengan seorang muslim yang melakukan dosa.
Jika kita melihat bahwa kita
sebagai individu mampu membentengi diri dari perkara yang menjerumuskan kepada
maksiat. Dalam skala kampus memang ada uzzur hingga kita “dipaksa” melanggar
syariat, misalnya harus sekelompok dengan lawan jenis, bercampur baur, atau
kegiatan yang tidak seharusnya kita lakukan. Kemudian sebagai seorang muslim
yang menjadi pemimpin, bukan pemimpin yang “kebetulan” muslim maka sikap
penghambaan harus di utamakan sebelum sikap sebagai pemimpin, karena sikap
penghambaan dalam menjalankan syariat Islam mengantarkannya sebagai pemimpin
terbaik.
Adapun kontrak penghambaan kita
terhadap Allah adalah kalimat “la illaha illah”. Konsekuensi dari mengambil
akidah Islam adalah menjalankan syariat Islam. Pernah ada kisah Umar ra,
membatasi mahar karena laporan dari para pemuda yang kesulitan membayar marah
dan itu disampaikan kepada khalayak hingga ada seorang wanita yang menyebutkan
firman Allah bahwa mahar adalah pemberian yang ditentukan kualitas dan
kuantitas oleh pihak wanita. Hingga Umar ra berkata “Wanita ini benar, Umar
salah”. Itulah mentalitas seorang muslim saat memimpin, tidak lagi
mempertimbangkan berapa banyak pemuda yang keberatan dan berapa wanita yang
tidak ridha namun menjadikan al-Quran dan as-Sunnah satu-satunya tolak ukur.
Kontrak Hamba.
Bismillahirahmanirrahim.Puji syukur kepada Allah, Tuhan pencipta manusia, yang mengatur urusan manusia. Semoga kita senantiasa ada dijalan Islam dan menjadi hambaNya yang bertakwa.Shalawat dan salam kepada Rosulullah, pembawa risalah dan kabar gembira. Semoga kita termasuk orang beriman yang mengikutinya.Hamba muslim yang tidak menghamba kepada selain Engkau, yang menjalankan syariat Engkau, yang sesalu berharap ridha Engkau. Tidak ada hukum yang lebih tinggi bagi hamba selain apa yang Engkau wahyukan kepada Muhammad bin Abdullah.
Hamba bukan seorang yang “memisahkan agama dari kehidupan/fasliddin anil hayati” sehingga menjadikan selain agamaMu sebagai jalan hamba.
Hamba bukan seorang yang “menikmati demokrasi” sehingga menuhankan suara mayoritas untuk menghukumi sesuatu, hamba bermusyawarah dalam segala urusan dan akan mengembalikannya kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dan tidak menyimpang dari keduanya.
Hamba bukan seorang yang “nasionalis” sehingga harus menghujamkan pedang kepada saudara hamba hanya karena sekat-sekat geografis karena hamba bersaudara hanya karena kesamaan akidah.
Hamba bukan seorang “liberal” sehingga menjadikan akal di atas wahyu dan membebaskan diri dari ikatan syariah Islam.
Astagfirullah, kepada Allah hamba memohon ampun. Sekiranya hamba termasuk orang-orang yang bermaksiat kepada Engkau, maka ampunilah hamba dan ingatkan hamba dengan kasih sayangMu. Sekiranya hamba termasuk orang-orang yang takut kepada manusia dalam menegakkan syariatMu, bantulah hamba untuk meneguhkan hati dan jiwa agar hamba menjadi orang yang berani.
Segala yang benar datangnya dari Allah, semoga hamba termasuk orang yang bertakwa.
Wallahu a'lam bishawab