Kepemimpinan ?, Apakah sejenis makanan ?

http://anatomidakwah.blogspot.com/2012/09/kepemimpinan-apakah-sejenis-makanan.html
#Leadership.
Dalam kitab Nidzamul Islam, terdapat BAB yang menarik, yaitu pada BAB ketiga berjudul القيادة الفكرية في الإسلام(al Qiyadah al Fikriyah fil Islam) atau kepemimpinan berfikir dalam Islam. Ketertarikan saya karena BAB ini terlihat paling menonjol dalam kitab tersebut karena dengan pembahasan paling panjang, dua BAB sebelumnya adalah perkara Aqidah yaitu "Thariqul Iman(Jalan menuju iman)" dan "Qadha dan Qadar," dan BAB selanjutnya tentang syariat berupa dakwah, hadharah(peradaban), sumber hukum syara, dll.
Saat banyak organisasi mendengungkan "Islamic Leadership" maka nilai-nilai tekannya pada aspek prilaku(akhlak) bukan didasari dari aspek pemikiran. Memang benar pemikiran menjadi pemikiran jika mampu direalisasikan, berbeda dengan filsafat berupa pemikiran tanpa realisasi hanya sebagai pemuas akal. Pada BAB ini(kepemimpinan berfikir) akan dibahas mulai aspek akidah, akhlak, politik, pemikiran, dan segala sesuatu tentang kepemimpinan berfikir dalam Islam.
Jika kita melihat kebanyakan "Islamic Leadership" diusahakan sebagai orang yang memiliki jiwa kepemimpinan berdasarkan pada perilaku Rosulullah yaitu amanah, tabligh, fatonah, dan shiddiq. Namun lebih dari itu seorang pemimpin harus mumpuni dalam pemikirannya dan justru aspek pertama adalah pemikiran. Karena pemikiran ini akan mengarahkan manusia untuk menggunakan potensinya(gharizah, aql, dan hajatul udawiyah). Aktivitas pertama yang Rosulullah Muhammad lakukan bukan mengambil simpati masyarakat Mekkah dengan kapabilitas dia sebagai keturunan terhormat dan gelar al-Amin. Namun membina akidah umat agar tunduk pada satu aturan sehingga menciptakan kelompok yang berideologi Islam. Ideologi(mabda') di artikan sebagai aqidah aqliyah(akidah yang sampai dengan aktivitas berfikir) yang memancarkan peraturan(syariah). Sehingga terbentuk kelompok(halqah) yang mengemban ideologi ini kesuluruh dunia. Ideologi inilah yang menjadi pemimpin, atau qiyadah fikriyah. Sehingga tercipta masyarakat yang "sami'na wa tha'na" atau "kami dengar dan kami taati", inilah generasi yang taat kepada al-Qur'an dan sunnah tanpa pernah membantah atau menyelisihinya.
Jadi kepemimpinan dalam Islam berupa ketaatan terhadap syariah dan keyakinan terhadap akidah, kedua bangunan ini yang insyaAllah akan membangkitkan umat Islam, bukan tertumpu pada individu-individu. Jadi membuat kompetisi mencari pemimpin atas dasar nilai-nilai individu atau prestasi-prestasi maka tidak dapat menemukan titik tolak kebangkitan, karena kesadaran umat akan keterikatan akidah mereka terhadap syariat yang harus ditaati menjadi kunci. Jadi dakwah terbaik adalah memperbaiki akidah serta ketaatan terhadap syariah, hal ini hanya mampu secara kaffah diwujudkan dengan adanya khilafah, yaitu negara yang menjadi aqidah Islam sebagai asas dan syariah Islam sebagai peraturan.
Wallahu a'lam.
Dalam kitab Nidzamul Islam, terdapat BAB yang menarik, yaitu pada BAB ketiga berjudul القيادة الفكرية في الإسلام(al Qiyadah al Fikriyah fil Islam) atau kepemimpinan berfikir dalam Islam. Ketertarikan saya karena BAB ini terlihat paling menonjol dalam kitab tersebut karena dengan pembahasan paling panjang, dua BAB sebelumnya adalah perkara Aqidah yaitu "Thariqul Iman(Jalan menuju iman)" dan "Qadha dan Qadar," dan BAB selanjutnya tentang syariat berupa dakwah, hadharah(peradaban), sumber hukum syara, dll.
Saat banyak organisasi mendengungkan "Islamic Leadership" maka nilai-nilai tekannya pada aspek prilaku(akhlak) bukan didasari dari aspek pemikiran. Memang benar pemikiran menjadi pemikiran jika mampu direalisasikan, berbeda dengan filsafat berupa pemikiran tanpa realisasi hanya sebagai pemuas akal. Pada BAB ini(kepemimpinan berfikir) akan dibahas mulai aspek akidah, akhlak, politik, pemikiran, dan segala sesuatu tentang kepemimpinan berfikir dalam Islam.
Jika kita melihat kebanyakan "Islamic Leadership" diusahakan sebagai orang yang memiliki jiwa kepemimpinan berdasarkan pada perilaku Rosulullah yaitu amanah, tabligh, fatonah, dan shiddiq. Namun lebih dari itu seorang pemimpin harus mumpuni dalam pemikirannya dan justru aspek pertama adalah pemikiran. Karena pemikiran ini akan mengarahkan manusia untuk menggunakan potensinya(gharizah, aql, dan hajatul udawiyah). Aktivitas pertama yang Rosulullah Muhammad lakukan bukan mengambil simpati masyarakat Mekkah dengan kapabilitas dia sebagai keturunan terhormat dan gelar al-Amin. Namun membina akidah umat agar tunduk pada satu aturan sehingga menciptakan kelompok yang berideologi Islam. Ideologi(mabda') di artikan sebagai aqidah aqliyah(akidah yang sampai dengan aktivitas berfikir) yang memancarkan peraturan(syariah). Sehingga terbentuk kelompok(halqah) yang mengemban ideologi ini kesuluruh dunia. Ideologi inilah yang menjadi pemimpin, atau qiyadah fikriyah. Sehingga tercipta masyarakat yang "sami'na wa tha'na" atau "kami dengar dan kami taati", inilah generasi yang taat kepada al-Qur'an dan sunnah tanpa pernah membantah atau menyelisihinya.
Jadi kepemimpinan dalam Islam berupa ketaatan terhadap syariah dan keyakinan terhadap akidah, kedua bangunan ini yang insyaAllah akan membangkitkan umat Islam, bukan tertumpu pada individu-individu. Jadi membuat kompetisi mencari pemimpin atas dasar nilai-nilai individu atau prestasi-prestasi maka tidak dapat menemukan titik tolak kebangkitan, karena kesadaran umat akan keterikatan akidah mereka terhadap syariat yang harus ditaati menjadi kunci. Jadi dakwah terbaik adalah memperbaiki akidah serta ketaatan terhadap syariah, hal ini hanya mampu secara kaffah diwujudkan dengan adanya khilafah, yaitu negara yang menjadi aqidah Islam sebagai asas dan syariah Islam sebagai peraturan.
Wallahu a'lam.