Diskursus Wanita dan Negara

http://anatomidakwah.blogspot.com/2012/04/diskursus-wanita-dan-negara.html
Kaum yang menyuarakan persamaan gender atau yang dikenal dengan kaum feminisme sesungguhnya tidaklah tepat. Dan yang menjadi objek kritikan mereka adalah Islam, dimana mereka meyebutkan bahwa Islam mendiskriditkan wanita dalam hukum waris, talaq kekuasaan lelaki, poligami, pemukulan perempuan, dan dalam kancah politik.Padahal dibalik semua itu ada hikmah kecuali bagi yang telah ditutup pemikirannya.Secara fitrah, laki-laki dan perempuan berbeda dan tidak dapat disamakan semua ini tidak dimaksudkan untuk mempermasalahkan gender justru bahu-membahu dalam ketaatan dan ibadah kepada Allah.Sebagaimana seruan untuk saling membantu dalam firmanNya :
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (TQS at-Taubah [9] : 71)
Dan persamaan perempuan dan lelaki pada Firman Allah :
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (TQS. al-Ahzab [33]: 35)
Banyak dikisahkan wanita-wanita tangguh yang mengorbankan segalannya demi kemuliaan Islam kita pasti mengenal Sumayyah, seorang sahabat wanita yang disiksa dan ditahan oleh orang kafir hingga meninggal dunia sebagai syahîdah pertama dengan jelas menggambarkan realitas tersebut. Selama disiksa, Rasulullah saw. tidak dapat membantunya secara fisik, kecuali memberi dorongan moral seraya menyatakan:
“Wahai keluarga Yâsir, bersabarlah. Karena janji untuk kamu adalah surga.”
Dorongan moral Nabi saw. ini disambut oleh Sumayyah seraya menyatakan:
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya surga itu sekarang telah terlihat dengan jelas di depan mataku.”
Para wanita itu tidak sedang mengharap jabatan apalagi pengakuan kesamaan gender, mereka memperjuangkan agama dengan ikhlas. Dengan pemahaman yang cerah serta pemikiran yang cemerlang seorang wanita tidak perlu menuntut persamaan karena sesungguhnya antara lelaki dan perempuan telah diberi kelebihan masing-masing seperti yang tertuang dalam Firman Allah :
Laki-laki adalah pemimpin wanita karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang laindan karena mereka telah menafkahkan sebagain harta mereka.Oleh karena itu, wanita yang shalihah adalah yang menaati Allahdan memelihara diri ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara mereka”.(TQS an-Nisa’ [4]: 32)
Kecemburuan akan hak wanita dan lelaki telah ada sejak dahulu dikisahkan, wanita bernama Zainab datang menemui Rasulullah SAW lalu berkata:
"Aku telah diutus oleh kaum wanita kepada engkau.Jihad yang diwajibkan oleh Allah ke atas kaum lelaki itu, jika mereka luka parah, mereka mendapat pahala.Dan jika mereka gugur pula, mereka hidup disisi Tuhan mereka dengan mendapat rezeki.Manakala kami kaum wanita, sering membantu mereka.Maka apakah pula balasan kami untuk semua itu?"
"Sampaikanlah kepada sesiapa yang engkau temui daripada kaum wanita, bahawasanya taat kepada suami serta mengakui haknya adalah menyamai pahala orang yang berjihad pada jalan Allah, tetapi adalah sangat sedikit sekali daripada golongan kamu yang dapat melakukan demikian."
Sedangkan hukum-hukum yang berkenaan dengan masalah sosial-kemasyarakatan wanita antara lain :
Pertama, bahwa hukum asal wanita adalah menjadi ibu dan pengurus rumah tangga.Wanita merupakan kehormatan yang harus dijaga. Berbeda dengan konsep Kapitalisme ataupun yang lain, bahwa wanita merupakan barang yang dapat dicicipi oleh siapa saja, sehingga kehormatan mereka tidak dapat dipertahankan, malah dinodai di mana-mana. Dalam Islam, antara lain nampak dari adanya hukum-hukum seperti kewajiban menutup aurat wanita, berjilbab dan tidak bertabarruj.
Kedua, bahwa hukum asal wanita wajib dipisahkan dengan laki-laki.Mereka tidak bisa bertemu kecuali karena adanya kebutuhan dibolehkan oleh syara’, seperti haji dan jual beli.Hal ini juga nampak dari adanya hukum-hukum seperti larangan berdua-duaan di tempat sepi (khalwah) antara laki-laki dan wanita, perbedaan hukum kehidupan umum dan khusus.
Ketiga, bahwa wanita diberi hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki, kecuali hal-hal yang dikhususkan oleh syariat untuk laki-laki atau wanita. Wanita dan laki-laki sama-sama dibolehkan melakukan perdagangan, pertanian, membuat pabrik, serta melakukan akad dan mu’amalah yang lain. Dia juga bisa memiliki berbagai jenis pemilikan. Dia juga dibolehkan untuk mengembangkan harta dan membelanjakannya, serta mengurus semua urusannya sendiri.Wanita juga dibenarkan untuk diangkat menjadi pegawai negara, serta dipilih menjadi anggota majlis ummat ataupun memenuhi haknya untuk memilih dan membai’at khalifah.Tetapi, wanita tidak bisa menjadi al-hâkim (khalifah, wakil dan pembantu khalifah, wâli, kepala hakim dan âmil) atau memangku tugas-tugas yang berkaitan dengan pemerintahan, seperti menjadi qâdhi madhâlim.
Keempat, wanita hidup dalam kehidupan umum (di luar rumah) dan kehidupan khusus (dalam rumah).Dalam kehidupan umum, wanita dibolehkan bersama laki-laki muhrim, ataupun asing dengan syarat tidak menampakkan anggota tubuhnya, kecuali wajah dan tapak tangan. Juga tidak dibolehkan berpakaian yang menarik perhatian, seronok atau menampakkan bentuk tubuh.Sedangkan dalam kehidupan khusus, sama sekali tidak dibolehkan bersama orang lain, selain wanita, dan muhrimnya. Dalam masing-masing kehidupan ini, secara mutlak dia wajib terikat dengan hukum syara’.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan tempat khusus di sini adalah tempat tertentu yang untuk memasukinya seseorang harus meminta izin pada penghuninya. Ini berdasarkan firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman, kalian jangan memasuki rumah lain, sehingga kalian mendapatkan izin dan kalian mengucapkan salam kepada penghuninya.” (Q.s. An-Nûr: 27).
Ayat di atas menjelaskan, bahwa ada rumah yang “kalian mendapatkan izin” untuk memasukinya, dimana ini menjadi illat yang menentukan tempat tersebut sebagai tempat khusus. Sebaliknya tempat umum adalah tempat yang untuk memasukinya seseorang tidak perlu meminta izin.
Kelima, bahwa wanita juga dilarang berdua-duaan dengan laki-laki bukan muhrimnya, menarik perhatiannya dengan bersolek (memakai wangi-wangian, memakai make-up wajah yang menonjolkan kecantikannya dan sebagainya), termasuk membuka aurat di depan khalayak ramai atau laki-laki asing. Berdua-duaan tidak seharusnya terjadi di rumah, kendaraan, atau tempat-tempat khusus saja, tetapi juga bisa terjadi di tempat umum, seperti berdua-duaan di tempat umum yang kosong, atau tempat umum yang lain. Karena khalwah adalah memisahkan diri dari khalayak ramai dengan cara berdua-duaan, antara laki-laki dan perempuan. Karena itu, khalwah bisa juga terjadi di tempat khusus, seperti rumah, mobil pribadi atau kantor, atau di tempat umum, seperti taman, kampus atau ruang belajar dan sebagainya.
Keenam, bahwa antara laki-laki maupun wanita, sama-sama diharamkan untuk melakukan aktivitas yang secara langsung bisa merusak akhlak atau membawa kerusakan pada masyarakat.Seperti diharamkannya wanita untuk bekerja menjadi pramugari, karena digunakan sebagai daya tarik seksual bagi kaum laki-laki.Atau bekerja di super market dengan tujuan menarik pelanggan laki-laki.Atau bekerja di pub-pub, night club dan sebagainya.Laki-laki yang bekerja di salon kecantikan yang digunakan untuk menarik daya seksual wanita juga haram.
Ketujuh, bahwa kehidupan suami-isteri adalah kehidupan yang penuh ketenteraman.Kehidupan suami-isteri adalah kehidupan persahabatan.Bukannya kehidupan dua orang yang bermitra usaha.Karena itu, suami-isteri wajib saling bantu-membantu dalam pekerjaan rumah, meskipun kewajiban suami adalah bekerja di luar rumah.Suami harus berusaha mengambil pembantu untuk meringankan beban isterinya. Sedangkan kepemimpinan suami dalam rumah tangga tidak sama dengan model kepemimpinan seorang penguasa terhadap rakyatnya, melainkan kepemimpinan yang bersifat ri’âyah (mengurus). Sebab, hubungan suami-isteri tidak seperti hubungan antara penguasa dengan rakyat. Isteri juga diwajibkan untuk ta’at, sedangkan suami diwajibkan untuk memberikan nafkah kepada isteri dengan kadar yang lazim dan wajar sebagaimana yang ada di tengah masyarakat.
Kelapan, bahwa mengasuh anak adalah hak dan kewajiban wanita, baik muslimah maupun non-muslimah. Namun, jika anak tersebut tidak memerlukan lagi “asuhan” ibu, jika ibunya seorang muslimah, maka anak tersebut diberi pilihan untuk memilih ayah atau ibunya. Namun, jika salah seorang dari orang tuanya bukan seorang muslim, maka anak tersebut wajib diasuh oleh orang tua yang beragama Islam. Ini tentu saja berlaku dalam kasus penceraian antara suami isteri.(Hafidz Abdurrahman, Islam politik spiritual)
Persamaan dan keunggulah perempuan dalam Islam antara lain tertuang dalam sabda Rosulullah,
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka.Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.”(THR. Ahmad dan Tirmidzi)
Dan,
Dunia itu perhiasan; sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah(THR Muslim)
Untuk masalah gugatan atas persamaan semu para kaum feminism dengan tegas Allah menjelaskan dalam firmanNya :
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (TQS an-Nisaa [4] : 32)

Tugas nyata wanita sesuai fitrhnya adalah membesarkan anak yang nantinya akan meneruskan dakwah dan fihad fisabilillah jadi janganlah seorang wanita merasa lebih rendah dari lelaki karena sebenarnya engkau mulia, dan bagi lelaki janganlah berbangga menjadi pemimpin wanita karena engkau harus menjaga dan mempertanggung jawabkan sesuai apa yang kamu pimpin.Wallahu a'lam bishawab.[]MFS
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (TQS at-Taubah [9] : 71)
Dan persamaan perempuan dan lelaki pada Firman Allah :
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (TQS. al-Ahzab [33]: 35)
Banyak dikisahkan wanita-wanita tangguh yang mengorbankan segalannya demi kemuliaan Islam kita pasti mengenal Sumayyah, seorang sahabat wanita yang disiksa dan ditahan oleh orang kafir hingga meninggal dunia sebagai syahîdah pertama dengan jelas menggambarkan realitas tersebut. Selama disiksa, Rasulullah saw. tidak dapat membantunya secara fisik, kecuali memberi dorongan moral seraya menyatakan:
“Wahai keluarga Yâsir, bersabarlah. Karena janji untuk kamu adalah surga.”
Dorongan moral Nabi saw. ini disambut oleh Sumayyah seraya menyatakan:
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya surga itu sekarang telah terlihat dengan jelas di depan mataku.”
Para wanita itu tidak sedang mengharap jabatan apalagi pengakuan kesamaan gender, mereka memperjuangkan agama dengan ikhlas. Dengan pemahaman yang cerah serta pemikiran yang cemerlang seorang wanita tidak perlu menuntut persamaan karena sesungguhnya antara lelaki dan perempuan telah diberi kelebihan masing-masing seperti yang tertuang dalam Firman Allah :
Laki-laki adalah pemimpin wanita karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang laindan karena mereka telah menafkahkan sebagain harta mereka.Oleh karena itu, wanita yang shalihah adalah yang menaati Allahdan memelihara diri ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara mereka”.(TQS an-Nisa’ [4]: 32)
Kecemburuan akan hak wanita dan lelaki telah ada sejak dahulu dikisahkan, wanita bernama Zainab datang menemui Rasulullah SAW lalu berkata:
"Aku telah diutus oleh kaum wanita kepada engkau.Jihad yang diwajibkan oleh Allah ke atas kaum lelaki itu, jika mereka luka parah, mereka mendapat pahala.Dan jika mereka gugur pula, mereka hidup disisi Tuhan mereka dengan mendapat rezeki.Manakala kami kaum wanita, sering membantu mereka.Maka apakah pula balasan kami untuk semua itu?"
"Sampaikanlah kepada sesiapa yang engkau temui daripada kaum wanita, bahawasanya taat kepada suami serta mengakui haknya adalah menyamai pahala orang yang berjihad pada jalan Allah, tetapi adalah sangat sedikit sekali daripada golongan kamu yang dapat melakukan demikian."
Sedangkan hukum-hukum yang berkenaan dengan masalah sosial-kemasyarakatan wanita antara lain :
Pertama, bahwa hukum asal wanita adalah menjadi ibu dan pengurus rumah tangga.Wanita merupakan kehormatan yang harus dijaga. Berbeda dengan konsep Kapitalisme ataupun yang lain, bahwa wanita merupakan barang yang dapat dicicipi oleh siapa saja, sehingga kehormatan mereka tidak dapat dipertahankan, malah dinodai di mana-mana. Dalam Islam, antara lain nampak dari adanya hukum-hukum seperti kewajiban menutup aurat wanita, berjilbab dan tidak bertabarruj.
Kedua, bahwa hukum asal wanita wajib dipisahkan dengan laki-laki.Mereka tidak bisa bertemu kecuali karena adanya kebutuhan dibolehkan oleh syara’, seperti haji dan jual beli.Hal ini juga nampak dari adanya hukum-hukum seperti larangan berdua-duaan di tempat sepi (khalwah) antara laki-laki dan wanita, perbedaan hukum kehidupan umum dan khusus.
Ketiga, bahwa wanita diberi hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki, kecuali hal-hal yang dikhususkan oleh syariat untuk laki-laki atau wanita. Wanita dan laki-laki sama-sama dibolehkan melakukan perdagangan, pertanian, membuat pabrik, serta melakukan akad dan mu’amalah yang lain. Dia juga bisa memiliki berbagai jenis pemilikan. Dia juga dibolehkan untuk mengembangkan harta dan membelanjakannya, serta mengurus semua urusannya sendiri.Wanita juga dibenarkan untuk diangkat menjadi pegawai negara, serta dipilih menjadi anggota majlis ummat ataupun memenuhi haknya untuk memilih dan membai’at khalifah.Tetapi, wanita tidak bisa menjadi al-hâkim (khalifah, wakil dan pembantu khalifah, wâli, kepala hakim dan âmil) atau memangku tugas-tugas yang berkaitan dengan pemerintahan, seperti menjadi qâdhi madhâlim.
Keempat, wanita hidup dalam kehidupan umum (di luar rumah) dan kehidupan khusus (dalam rumah).Dalam kehidupan umum, wanita dibolehkan bersama laki-laki muhrim, ataupun asing dengan syarat tidak menampakkan anggota tubuhnya, kecuali wajah dan tapak tangan. Juga tidak dibolehkan berpakaian yang menarik perhatian, seronok atau menampakkan bentuk tubuh.Sedangkan dalam kehidupan khusus, sama sekali tidak dibolehkan bersama orang lain, selain wanita, dan muhrimnya. Dalam masing-masing kehidupan ini, secara mutlak dia wajib terikat dengan hukum syara’.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan tempat khusus di sini adalah tempat tertentu yang untuk memasukinya seseorang harus meminta izin pada penghuninya. Ini berdasarkan firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman, kalian jangan memasuki rumah lain, sehingga kalian mendapatkan izin dan kalian mengucapkan salam kepada penghuninya.” (Q.s. An-Nûr: 27).
Ayat di atas menjelaskan, bahwa ada rumah yang “kalian mendapatkan izin” untuk memasukinya, dimana ini menjadi illat yang menentukan tempat tersebut sebagai tempat khusus. Sebaliknya tempat umum adalah tempat yang untuk memasukinya seseorang tidak perlu meminta izin.
Kelima, bahwa wanita juga dilarang berdua-duaan dengan laki-laki bukan muhrimnya, menarik perhatiannya dengan bersolek (memakai wangi-wangian, memakai make-up wajah yang menonjolkan kecantikannya dan sebagainya), termasuk membuka aurat di depan khalayak ramai atau laki-laki asing. Berdua-duaan tidak seharusnya terjadi di rumah, kendaraan, atau tempat-tempat khusus saja, tetapi juga bisa terjadi di tempat umum, seperti berdua-duaan di tempat umum yang kosong, atau tempat umum yang lain. Karena khalwah adalah memisahkan diri dari khalayak ramai dengan cara berdua-duaan, antara laki-laki dan perempuan. Karena itu, khalwah bisa juga terjadi di tempat khusus, seperti rumah, mobil pribadi atau kantor, atau di tempat umum, seperti taman, kampus atau ruang belajar dan sebagainya.
Keenam, bahwa antara laki-laki maupun wanita, sama-sama diharamkan untuk melakukan aktivitas yang secara langsung bisa merusak akhlak atau membawa kerusakan pada masyarakat.Seperti diharamkannya wanita untuk bekerja menjadi pramugari, karena digunakan sebagai daya tarik seksual bagi kaum laki-laki.Atau bekerja di super market dengan tujuan menarik pelanggan laki-laki.Atau bekerja di pub-pub, night club dan sebagainya.Laki-laki yang bekerja di salon kecantikan yang digunakan untuk menarik daya seksual wanita juga haram.
Ketujuh, bahwa kehidupan suami-isteri adalah kehidupan yang penuh ketenteraman.Kehidupan suami-isteri adalah kehidupan persahabatan.Bukannya kehidupan dua orang yang bermitra usaha.Karena itu, suami-isteri wajib saling bantu-membantu dalam pekerjaan rumah, meskipun kewajiban suami adalah bekerja di luar rumah.Suami harus berusaha mengambil pembantu untuk meringankan beban isterinya. Sedangkan kepemimpinan suami dalam rumah tangga tidak sama dengan model kepemimpinan seorang penguasa terhadap rakyatnya, melainkan kepemimpinan yang bersifat ri’âyah (mengurus). Sebab, hubungan suami-isteri tidak seperti hubungan antara penguasa dengan rakyat. Isteri juga diwajibkan untuk ta’at, sedangkan suami diwajibkan untuk memberikan nafkah kepada isteri dengan kadar yang lazim dan wajar sebagaimana yang ada di tengah masyarakat.
Kelapan, bahwa mengasuh anak adalah hak dan kewajiban wanita, baik muslimah maupun non-muslimah. Namun, jika anak tersebut tidak memerlukan lagi “asuhan” ibu, jika ibunya seorang muslimah, maka anak tersebut diberi pilihan untuk memilih ayah atau ibunya. Namun, jika salah seorang dari orang tuanya bukan seorang muslim, maka anak tersebut wajib diasuh oleh orang tua yang beragama Islam. Ini tentu saja berlaku dalam kasus penceraian antara suami isteri.(Hafidz Abdurrahman, Islam politik spiritual)
Persamaan dan keunggulah perempuan dalam Islam antara lain tertuang dalam sabda Rosulullah,
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka.Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.”(THR. Ahmad dan Tirmidzi)
Dan,
Dunia itu perhiasan; sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah(THR Muslim)
Untuk masalah gugatan atas persamaan semu para kaum feminism dengan tegas Allah menjelaskan dalam firmanNya :
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (TQS an-Nisaa [4] : 32)

Tugas nyata wanita sesuai fitrhnya adalah membesarkan anak yang nantinya akan meneruskan dakwah dan fihad fisabilillah jadi janganlah seorang wanita merasa lebih rendah dari lelaki karena sebenarnya engkau mulia, dan bagi lelaki janganlah berbangga menjadi pemimpin wanita karena engkau harus menjaga dan mempertanggung jawabkan sesuai apa yang kamu pimpin.Wallahu a'lam bishawab.[]MFS